Thursday, December 1, 2011

Alat Batu Purba Menunjukkan Migrasi Manusia Pertama Ke Arabia


30 November 2011

Alat Batu Purba Menunjukkan Migrasi Manusia Pertama Ke Arabia


Lebih dari 100.000 tahun yang lalu, sekelompok manusia pertama berdiri di pantai barat Laut Merah, memandang ke Teluk Bab-el-Mandeb di Semenanjung Arabia. Daratan yang mereka lihat begitu hijau dan subur, memanggil-manggil mereka untuk menyeberang. Menyeberangkah mereka kemudian? Sebuah analisis yang baru-baru ini dilakukan pada alat-alat batu yang ditemukan di Oman menunjukkan bahwa mereka melakukan penyeberangan itu, menjadi indikasi bahwa manusia telah menjelajah ke daratan Arabia puluhan ribu tahun lebih awal daripada yang diyakini oleh para ilmuwan.

Pembuatan peta perjalanan Homo sapiens keluar dari benua Afrika masih berlangsung sampai saat ini, secara terus menerus dibuat dan digambar ulang seiring ditemukannya data baru oleh para peneliti. Bukti-bukti genetik dan arkeologis menunjukkan bahwa spesies kita, menurut perkiraan kasar, pertama kali meninggalkan Afrika sekitar 80.000 tahun yang lalu, berkelana ke arah utara melalui wilayah Timur Tengah untuk kemudian menghuni Eurasia. Kendatipun demikian, beberapa tahun belakangan ini para arkeolog telah menemukan alat-alat batu di Semenanjung Arabia yang beberapa di antaranya menunjukkan bahwa manusia-manusia modern kemungkinan telah meninggalkan Afrika sejak 125.000 tahun yang lalu melalui rute selatan. 

Permasalahan yang dihadapi berkaitan dengan alat-alat batu yang ditemukan di Semenanjung Arabia, ujar arkeolog Christian Tryon dari New York University, adalah bahwa alat-alat batu itu tidak banyak memiliki ciri-ciri tertentu. “Alat batu seringkali merupakan benda-benda yang tidak menarik,” katanya, “seperti obeng dan palu dari masa Paleolitik.” Tidak ada satupun dari alat-alat itu, kata Tyron, yang menunjukkan tanda-tanda yang bisa menunjukkan bahwa alat tersebut pasti merupakan alat buatan  tangan H. Sapiens Afrika dan bukan buatan hominid lain, Neandertal, misalnya. Ya, tidak satupun, sampai kemudian arkeolog Jeffrey Rose dari University of Birmingham di Inggris menemukan alat-alat di Oman pada tahun 2010 yang memiliki hubungan jelas dengan manusia Afrika. “Inilah untuk pertama kalinya saya merasa yakin,” ucap Tyron, yang tidak ikut dalam penelitian baru itu.

Dalam iklim seperti iklim di Arabia, angin gurun dan pasir akan mengikis apapun yang ada di daerah itu kecuali material-material yang sangat kuat. “Segala hal akan hancur,” kata Rose, “tapi batu tidak.” Bagian yang sulit adalah “memeras informasi dari batu-batu itu”, ucapnya lagi. Ia mengibaratkan proses menemukan dan mempelajari alat-alat batu seperti melakukan sesuatu dengan mata tertutup di sebuah tempat yang asing. Satu-satunya cara untuk melakukan hal itu hanyalah dengan cara mendengarkan suara-suara yang ada. Bagi mereka yang mengerti bahasanya, ucap Rose, alat-alat batu bisa bercerita kepada mereka semua hal tentang pembuat alat-alat batu itu.

Tim arkeolog dan geolog yang dipimpin oleh Rose mengumpulkan lebih dari 800 artefak dari dasar sungai tua di Pegunungan Dhofar di daerah Oman bagian selatan. Sebuah singkapan batuan mirip batu api yang mereka sebut batu rijang dan berada di dekat situ mereka yakini sebagai sumber bahan dari alat-alat yang mereka temukan: alat-alat berbentuk bilah segitiga yang panjang yang memiliki enam atau tujuh bekas pukul yang memang sengaja dibuat. Rose mengatakan metode pembuatan alat seperti ini, yang digolongkan sebagai “Nubian Middle Stone Age”, merupakan metode yang unik dari sebuah wilayah Sudan di timur laut Afrika dan sebelumnya tidak pernah ditemukan di luar Lembah Sungai Nil di timur laut Afrika. Sebuah teknik penanggalan yang disebut optically stimulated luminescence, yang mengukur sebanyak apa radiasi yang diserap oleh sebuah mineral sepanjang waktu, mengungkapkan bahwa alat-alat batu itu telah berusia kira-kira 106.000 tahun, demikian dilaporkan oleh tim tersebut di PloS ONE. Rose menyebut alat-alat batu itu “sebuah jejak remah-remah batu,” yang  dibawa oleh sekelompok H. Sapiens dari Lembah Sungai Nil ke Arabia.

Para ilmuwan lain setuju bahwa alat-alat batu di Oman itu memperlihatkan pola pukul yang mirip dengan alat-alat batu di timur laut Afrika – meskipun mereka juga tidak selalu sepakat dengan penginterpretasiannya. Arkeolog Philip Van Peer dari Catholic University of Leuven di Belgia, yang memainkan peranan penting saat penentuan awal alat-alat Nubian di Afrika, sangat tertarik pada temuan Rose. Alat-alat batu Arabia, menurutnya, “hampir melebihi Nubian kompleks dibandingkan Nubian kompleks sendiri”. Itu merupakan bukti buat tentang migrasi manusia modern awal menyeberangi Laut Merah ke Semenanjung Arabia tidak hanya melalui rute utara.

Pakar paleoantropolog John Shea dari Stony Brook University di New York juga terkesan dengan penelitian ini. “Jeff Rose telah lama mencari bukti kaitan Afro-Arabian, bekerja di tempat-tempat yang nyaris tidak terbayangkan sulitnya untuk melakukan riset,” ujarnya. “Inilah contoh kasus tentang imbalan sebuah kerja keras, sesuatu yang harus dicamkan oleh para siswa arkeologi.”

Shea mengatakan bahwa ada dua kelompok prasejarah yang hidup pada saat yang sama di Sudan dan Oman memilih cara yang sama dalam membentuk alat-alat mereka –khususnya pada permulaan proses menyerpih, sementara sebenarnya pilihan cara yang lain bisa dibilang “nyaris tak terhingga”, adalah hal yang menarik. Menurutnya ini merupakan “bukti yang sangat kuat” akan adanya hubungan kultural di antara kedua wilayah tersebut. Meskipun demikian, Shea mengatakan bahwa sekalipun alat-alat yang ditemukan oleh tim Rose itu tampaknya memiliki kemungkinan lebih besar dibuat oleh H. sapiens dibandingkan hominid lainnya, para ilmuwan itu tetap harus menemukan fosil-fosil manusia di dekat situ untuk memastikannya.

Jika manusia modern telah ada di Arabia bagian selatan 106.000 tahun yang lalu, pertanyaan penting bagi sejarah manusia adalah apa yang terjadi selanjutnya? Apakah mereka punah di Oman –“ekspansi gagal” lainnya seperti disebut oleh para arkeolog—ataukah bermigrasi lagi ke utara, dan terus mengisi populasi dunia? Jika yang peristiwa yang kedua-lah yang terjadi, maka hal ini akan menantang data genetika yang ada saat ini yang menyatakan bahwa migrasi manusia global dari Afrika kemungkinan terjadi 80.000 tahun yang lalu. Alih-alih mencari “out of Africa,” ucap Rose, “kita bisa mencari dari “out of Arabia”.”

Tentang mengapa manusia-manusia purba itu berkelana ke Arabia, Rose memiliki satu hipotesis. “Orang-orang itu adalah orang-orang yang cerdas,” ucapnya. “Mungkin yang mendorong mereka untuk menyeberang hanyalah karena rasa penasaran.”





Hakcipta tulisan maupun foto ada di tangan news.sciencemag.org
Tulisan ini hanya terjemahan semata. 

No comments:

Post a Comment