Ribuan dokumen langka terbakar
dalam bentrokan di Mesir
20 Desember 2011
Kairo: Para relawan berpakaian jubah lab berwarna
putih, memakai masker dan sarung tangan bedah, berdiri di belakang sebuah truk
bak terbuka di sepanjang tepi Sungai Nil, membedah tumpukan manuskrip-manuskrip
tua berumur 200-an tahun yang bentuknya nyaris seperti serpih-serpih arang.
Para relawan itu, yang terdiri dari
pakar-pakar akademis hingga warga kota yang peduli, melewatkan dua hari
belakangan ini berusaha menyelamatkan apa yang tersisa dari 192.000 buku,
jurnal, dan berbagai tulisan, yang ikut jadi korban konflik kekerasan yang
terjadi di Mesir belakangan ini.
Institute d’Egypte, sebuah pusat riset yang
didirikan oleh Napoleon Bonaparte di masa invasi Perancis akhir abad ke-18, terbakar
ketika terjadi bentrokan antara demonstran dengan militer Mesir di sepanjang
akhir pekan. Pusat riset ini adalah tempat menyimpan koleksi karya-karya tulis,
yang paling terkenal adalah 24 volume tulisan tangan Description de l’Egypte,
yang mulai ditulis di masa pendudukan Perancis tahun 1798 sampai 1801.
Kumpulan tulisan ini, yang didalamnya
melibatkan usaha pengamatan selama 20 tahun oleh lebih dari 150 orang pakar dan
ilmuwan Perancis, merupakan salah satu penjabaran paling komprehensif atas
monumen-monumen di Mesir, peradaban-peradaban kunonya, dan kehidupan masyarakat
Mesir di zaman itu.
Description of Egypt ini tampaknya terbakar
hingga tak bisa diperbaiki lagi. Tempat penyimpanannya, lembaga sejarah dua
lantai yang berada di dekat Tahrir Square itu, sekarang terancam rubuh setelah
atapnya runtuh.
“Kebakaran bangunan yang bersejarah itu
berarti akhir dari sebagian besar sejarah masyarakat Mesir,” kata Mohammed
Al-Sharbouni, direktur lembaga itu, dalam siaran televisi akhir pekan kemarin. Bangunan
itu dikelola oleh sebuah lembaga swadaya masyarakat.
Al-Sharbouni mengatakan sebagian besar isi
bangunan hancur dalam kebakaran yang terjadi selama lebih dari 12 jam di hari
Sabtu kemarin. Pemadam kebakaran yang membanjiri bangunan dengan air justru
menambah kerusakan yang terjadi.
Selama bentrokan sehari sebelumnya,
sebagian gedung parlemen dan kantor pejabat transportasi terbakar, namun
kebakaran itu dengan cepat bisa dipadamkan.
Kekerasan terjadi di Kairo pada hari Jumat
ketika kekuatan militer yang menjaga gedung kabinet, di dekat gedung lembaga,
membubarkan demonstrasi yang telah berlangsung selama 3 minggu menuntut
jenderal yang berkuasa untuk menyerahkan wewenang kepada pihak sipil. Setidaknya
14 orang terbunuh dalam bentrokan itu.
Zein Abdel-Hady, yang mengelola
perpustakaan utama negara, menjadi pemimpin dalam upaya menyelamatkan apa yang
tersisa dari manuskrip-manuskrip yang terbakar itu.
“Ini seperti pembakaran buku-buku Galileo,”
ucap Abdel Hady, merujuk pada karya ilmuwan
Italia yang mengusulkan bumi berputar mengelilingi matahari itu dan diyakini telah
dibakar dalam protes di abad ke-17.
Di bawah kantor Abdel-Hady, lusinan orang menelusuri
tumpukan sisa-sisa yang dibawa kembali ke perpustakaan. Seorang lelaki yang
memakai jubah dokter bedah yang membawa setumpuk kertas hangus dengan hati-hati
menebar kertas-kertas itu seolah-olah kertas-kertas itu adalah bayi.
Para penyelamat itu memanfaatkan kertas koran untuk
menutupi beberapa buku yang separo terbakar. Mesin berukuran besar mengepak
kertas-kertas tersebut dalam kantong-kantong hampa udara.
Setidaknya 16 bak truk berisikan sekitar 50.000 manuskrip,
beberapa di antaranya rusak tak bisa diperbaiki lagi, telah dipindahkan dari
trotoar di luar kedutaan AS dan American University di Kairo, keduanya terletak
di dekat gedung lembaga yang terbakar itu, ke perpustakaan utama, kata
Abdel-Hady.
Ia mengatakan kepada Associated Press bahwa tidak ada cara
untuk mengetahui apa yang hilang selamanya pada tahapan ini, namun nilai
tulisan-tulisan itu setara dengan puluhan juta dolar – bahkan boleh dikata ternilai
harganya.
“Saya tidak tidur selama dua hari, dan kemarin saya
menangis. Saya tidak suka melihat buku terbakar,” katanya. “Seluruh Mesir
menangis.”
Ia mengatakan bahwa ada empat salinan tangan lain dari
Description of Egypt. Karya dalam bahasa Perancis juga telah didigitalisasi dan
tersedia secara online.
Kemungkinan ada sebuah peta Mesir dan Ethipia, dibuat pada
tahun 1753, yang ikut musnah dalam kebakaran itu. Meskipun begitu, salinan
orisinil peta itu ada di perpustakaan nasional Mesir, katanya. Gedung lembaga yang
hancur itu juga menyimpan surat-surat dan manuskrip-manuskrip abad ke-16 yang
disatukan dan dijilid seperti buku.
Catatan inventaris yang paling mudah diakses mengenai apa
yang disimpan di lembaga itu adalah sebuah buku dari tahun 1920 yang saat ini disimpan
di Library of Congress AS, demikian menurut William Kopychi, seorang direktur
lapangan regional dari perpustakaan yang berbasi di Washington D.C. Ia
mengatakan karya-karya yang musnah itu merupakan karya-karya penting bagi para
peneliti masalah sejarah Mesir, Arab, dan Egiptologi.
“Ini adalah hilangnya sebuah lembaga yang sangat penting
yang pernah didatangi oleh banyak pakar,” katanya dalam sebuah pertemuan dengan
Abdel-Hady untuk mengevaluasi tingkat kerusakan yang terjadi.
Yang tersisa di dalam gedung bersejarah di dekat tempat
bentrokan itu adalah tumpukan-tumpukan furnitur yang terbakar, logam-logam yang
terpilin, dan tembok-tembok yang runtuh. Dua lapis barisan demonstran
mengelilingi gedung itu pada hari Senin lalu.
Dalam sebuah konferensi pers pada hari Senin, seorang
jenderal dari dewan militer penguasa mengatakan bahwa sebuah penyelidikan untuk
mencari tahu siapa yang membakar gedung itu sedang dilakukan. Televisi negara
menyiarkan gambar-gambar orang-orang berpakaian preman sedang membakar gedung
itu dan menari-nari di sekitar api pada hari Sabtu sore. Para demonstran juga
memanfaatkan kebakaran itu, menggunakan bagian dasar bangunan itu untuk
melemparkan bom-bom api dan batu pada para tentara yang berada di puncak-puncak
gedung sekitarnya.
Seorang kolonel militer, yang ikut dalam upaya penyelamatan
di perpustakaan itu, mengatakan ada sekitar 10 orang tentara yang ditugaskan
membantu para relawan. Ia meminta namanya tidak disebutkan sebab bukan kewenangannya
untuk berbicara kepada wartawan.
Relawan Ahmed El-Bindari mengatakan bahwa militerlah yang
bertanggungjawab karena telah menggunakan atap bangunan itu sebagai sebuah
posisi untuk menyerang para demonstran sebelum terjadinya kebakaran.
“Jika pemerintah memang ingin melindungi sesuatu, mereka
akan melakukannya,” kata El-Bindari. “Cobalah masuk ke bangunan Menteri Dalam
Negeri atau Menteri Pertahanan. Anda tidak akan bisa melakukannya.”
Sumber tulisan dan foto: http://arabnews.com/middleeast/article550955.ece
No comments:
Post a Comment